Rabu, 01 Mei 2013

 

perisai Bersudut Lima melambangkan Pancasila sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepulauan Bangka Belitung, melambangkan wilayah, masyarakat, sistem pemerintah, kebudayaan dan sumberdaya alam Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Lingkaran Bulat Simetrikal, melambangkan kesatuan dan persatuan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam menghadapi segala tantangan di tengah-tengah peradaban dunia yang semakin terbuka.

Butir Padi berjumlah 27 buah melambangkan nomor dari Undang-undang pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu UU No.27 Tahun 2000,dan Buah Lada, berjumlah 31 buah melambangkan Kepulauan Bangka Belitung merupakan Propinsi ke 31 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padi dan buah lada juga melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Balok Timah, melambangkan kekayaan alam (hasil bumi pokok) berupa timah yang dalam sejarah secara social ekonomis telah menopang kehidupan masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung selama lebih dari 300 tahun. (diketemukan dan dikelola sejak tahun 1710 Mary Schommers dalam Bangka Tin).

Biru Tua dan Biru Muda (Dalam Perisai dan Lingkaran Hitam), melambangkan bahari dunia kelautan dari yang dangkal sampai yang terdalam. Menyiratkan lautan dengan segala kekayaan alam yang ada di atasnya, di dalam dan di dasar lautan yang dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Putih (Tulisan), melambangkan keteguhan dan perdamaian.
Kuning ( Padi dan Semboyan), melambangkan ketentraman dan kekuatan.
Hijau (Pulau dan Lada), melambangkan kesuburan.
Hitam (Outline Lingkaran), melambangkan ketegasan.

Serumpun Sebalai, menunjukan bahwa kekayaan alam dan plularisme masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tetap merupakan kelurga besar komunitas (serumpun) yang memiliki perjuangan yang sama untuk menciptakan kesejahteraan , kemakmuran, keadilan dan perdamaian.

Untuk mewujudkan perjuangan tersebut, dengan budaya masyarakat melayu berkumpul, bermusyawarah, mufakat, berkerjasama dan bersyukur bersama-sama dalam semangat kekeluargaan (sebalai) merupakan wahana yang paling kuat untuk dilestarikan dan dikembangkan. Nilai- nilai universal budaya ini juga dimiliki oleh beragam etnis yang hidup di Bumi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Dengan demikian, Serumpun Sebalai mencerminkan sebuah eksistensi masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan kesadaran dan cita­citanya untuk tetap menjadi keluarga besar yang dalam perjuangan dan proses kehidupannya senantiasa mengutamakan dialog secara kekeluargaan, musyawarah dan mufakat serta berkerja sama dan senantiasa mensyukuri nikmat Tuhan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Serumpun Sebalai, merupakan semboyan penegakan demokrasi melalui musyawarah dan mufakat.

Sumber: Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 

Sedekah Kampung Peradong

 By. Agustiawan Hapsul Jaat


Sedekah kampung merupakan salah satu budaya peninggalan/warisan penduduk asli Desa Peradong Simpang Teritip. Perayaan sedekah kampung ini telah dilaksanakan secara turun temurun tidak ada yang tahu asal usulnya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa Peradong tiap tahun bertepatan dengan bulan maulud dan biasanya acara ini berlangsung selama 3(tiga) hari.


Pada hari yang telah ditetapkan, seorang dukun sebagai pawang desa dengan dibantu oleh dua orang asistennya memulai membuat batu pensucian (taber) dengan menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan garu (dupa) dari kayu bolo (bambu). Menurut sang dukun pada dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk menarik orang-orang Cina yang berdiam didesa tersebut agar memeluk agama Islam.


Setelah semua persiapan telah dilaksanakan, sang dukun memulai dengan pembacaan mantera dan dilanjutkan dengan pemberian tangkal (jimat), dimulai dari gerbang pintu masuk ke desa sampai perbatasan akhir desa terdebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung. Untuk diketahui pembaca, didalam pelaksanaan upacara ini terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini. Pantangan-pantangan yang dimaksud adalah duduk diatas pagar, bermain-main dengan lampu senter, duduk didepan pintu dan penggunaan lampu blits camera. Apabila pantangan tersebut sampai dilanggar maka yang terjadi adalah datangnya makhluk-makhluk halus yang mengganggu penduduk dan mengubahnya menjadi kepulir (kepala dengan wajah menghadap ke belakang).


Setelah naber kampung dilaksanakan, upacara ini dilanjutkan dengan ceriah (pemanggilan orang-orang kampung sebagai pemberitahuan bahwa akan dilaksanakannya upacara adat. Setelah semua penduduk berkumpul, upacara dilanjutkan menuju stan (makam para leluhur, dengan diiringi alunan musik -musik tertentu. Tujuan mengunjungi acara ini adalah untuk meminta izin kepada leluhur bahwa akan dilaksanakannya upacara adat. Setelah sampai di sana, sang dukun kemudian duduk diatas makam bersamaan dengan dihidangkannya bermacam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan seperti ayam dan bebek, lalu mulai pembacaan doa dan mantera. Setelah pembacaan mantera dan doa selesai, penduduk naik ke atas makam dan memperebutkan ayam serta uang yang ada diatas makam. Upacara kemudian dilanjutkan dengan silat yang dilakukan oleh 2 orang. Setelah selesai kemudian acara dilanjutkan kembali dengan makan bersama disekitar makan hasil dari sumbangan para penduduk.


Setelah selesai meminta izin dengan mengunjungi selama upacara awal telah selesai dan kemudian diselingi dengan acara musik Dambus dan Campak serta nyanyian lagu-lagu daerah dan diiringi dengan tarian yang dibawakan oleh ibu-ibu dan gadis-gadis penduduk.